Dalam revisi terkini UU ASN, disebutkan bahwa status pegawai honorer akan dihapuskan secara resmi pada akhir tahun 2024 setelah UU tersebut diundangkan. Namun, pertanyaan yang muncul sehubungan dengan undang-undang baru ini adalah nasib tenaga honorer pada tahun 2024 mendatang.
Apakah mereka akan memiliki peluang atau sebaliknya, terutama setelah dijelaskan sebelumnya bahwa tidak akan ada PHK massal.
Mardani Ali Sera, Anggota Komisi II DPR RI, menganggap penting menerapkan kebijakan transisi setelah pengundangan UU Nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 31 Oktober.
Penataan tenaga honorer dan ASN dalam UU ini ditujukan untuk meningkatkan kinerja layanan publik. Oleh karena itu, kebijakan transisi penting diterapkan untuk memastikan penataannya berjalan efektif dan mengamankan masa depan tenaga honorer.
Salah satu aspek yang sangat penting yang diatur dalam UU ASN yang baru adalah terkait penataan pekerja non-Aparatur Sipil Negara (ASN), yang dikenal sebagai tenaga honorer.
Dalam UU ASN, penataan pegawai honorer diatur dengan menetapkan batas waktu hingga Desember 2024. Meskipun ada penghapusan status tenaga honorer, yang sudah ada tidak boleh diberhentikan atau dipecat.
Mardani meminta agar pendataan dilakukan secara cermat sehingga status kepegawaian mereka terjamin saat terjadi penghapusan. Pendataan ini harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk lama pengabdiannya dan dampak terhadap kesejahteraan.
Saat ini, Badan Kepegawaian Negara (BKN) sedang mengelola data 2,3 juta pegawai honorer untuk menentukan siapa yang memenuhi syarat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Kebijakan transisi diperlukan untuk memastikan penghapusan status tenaga honorer tidak merugikan mereka yang telah setia berbakti. Ini adalah amanat UU ASN yang telah disahkan DPR.
Proses transisi para tenaga honorer harus dijelaskan dengan jelas agar nasib mereka tidak menjadi tidak pasti karena masalah teknis, lanjut Mardani.
Ketika melibatkan kebijakan penghapusan pegawai honorer, langkah-langkah konkret harus diambil. Ini bertujuan untuk memastikan tersedianya posisi tenaga honorer ketika mereka menjadi ASN, dan pemerintah perlu menyiapkan tempat kerja baru.
Mardani menambahkan bahwa pemerintah juga perlu memastikan bahwa penghapusan tenaga honorer tidak akan menghambat pelayanan publik karena kekurangan personel yang memadai untuk menangani tugas-tugas yang sebelumnya mereka laksanakan.
Sejak pengundangan UU ASN yang baru, diamanatkan pembuatan peraturan pelaksana dalam waktu maksimal 6 bulan mengenai nasib tenaga honorer ke depan.
Peraturan teknis ini harus mendukung para tenaga honorer, memastikan kepastian status mereka saat kebijakan penghapusan berlaku. Jika ada yang masih belum mendapatkan kepastian tempat kerja baru hingga akhir 2024, itu harus diatur dalam kebijakan transisi.
Halaman Selanjutnya
Selain itu, Mardani mendorong Pemerintah untuk memastikan bahwa tidak ada